Pertama, semoga Allah Ta’ala memuliakan para ahli ilmu karena
ilmu yang ada pada mereka. Kedua, semoga Allah Ta’ala juga memberikan
ampunan dan kesadaran kepada mereka (dan juga kita) yang berbicara
masalah agama, tetapi bicaranya itu tidaklah dibersamai dengan ilmu.
Selanjutnya, semoga Allah Ta’ala melimpahkan kekuatan dan juga azzam
yang kokoh kepada kita (dan juga mereka) agar dimudahkan di dalam
menuntut ilmu, terlebih di dalam menuntut ilmu agama yang bersifat
syar’i.
---
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu (pagi hari ini) ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik, dan amalan yang diterima.” (HR. Ibnu Majah dari Shafiyah; dinilai hasan oleh Al-Albani di dalam Shahih Ibnu Majah).
Do’a tersebut senantiasa dilantunkan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. setelah shalat subuh (pagi hari). Dari mana ente tau ini? Saya jawab: dari rekaman sebuah kajian (tepatnya KRPH di Masjid Mardliyyah; yang diisi oleh Ust. Solihun).
Perhatikan urutannya secara seksama (dan juga hati yang tunduk). Urutannya adalah sebagai berikut: ilmu yang bermanfaat --> rizki yang baik --> amalan yang diterima.
Kenapa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. tidak meletakan amal yang diterima di urutan pertama dalam do’anya? Atau pun rizki yang baik? Tapi, beliau Saw. meletakan ilmu yang bermanfaat terlebih dahulu di urutan pertama dalam do’a rutinnya itu, disusul dengan rizki yang baik, dan juga amal yang diterima (di urutan paling terkahir).
Artinya apa? Artinya adalah ilmu harus senantiasa mendahului segala macam amalan yang kita kerjakan. Terlebih amalan itu adalah amalan yang bersifat ibadah. Harus bener-bener dipastikan dulu ada ilmunya. Salah-salah amalan itu malah ditolak oleh Allah Ta’ala. Sederhananya begini: ilmu dulu, baru amal. Bukan amal dulu, baru ilmu. Meskipun amal itu kecil dan sedikit, tapi ketika ianya kita sandarkan kepada sebuah nas ilmu, nampknya ini lebih aman dan selamat untuk kita kerjakan. Ketimbang banyak, tapi semuanya tidak bersandar kepada ilmu.
Di dalam sebuah kesempatan diksusi, muncullah pertanyaan seperti ini, “kok kenapa rizki letaknya diurutan ke dua ya? Gak terakhir aja; setelah amal yang diterima gitu?” Dan saya, terus terang tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Jawabannya diplomatis saja, “Allahu a’lam, untuk memastikan kenapa kayak gitu, berarti kan kita juga harus menuntut ilmu tho?!” #Senyum.
Yk.05.11.2012
---
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu (pagi hari ini) ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik, dan amalan yang diterima.” (HR. Ibnu Majah dari Shafiyah; dinilai hasan oleh Al-Albani di dalam Shahih Ibnu Majah).
Do’a tersebut senantiasa dilantunkan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. setelah shalat subuh (pagi hari). Dari mana ente tau ini? Saya jawab: dari rekaman sebuah kajian (tepatnya KRPH di Masjid Mardliyyah; yang diisi oleh Ust. Solihun).
Perhatikan urutannya secara seksama (dan juga hati yang tunduk). Urutannya adalah sebagai berikut: ilmu yang bermanfaat --> rizki yang baik --> amalan yang diterima.
Kenapa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. tidak meletakan amal yang diterima di urutan pertama dalam do’anya? Atau pun rizki yang baik? Tapi, beliau Saw. meletakan ilmu yang bermanfaat terlebih dahulu di urutan pertama dalam do’a rutinnya itu, disusul dengan rizki yang baik, dan juga amal yang diterima (di urutan paling terkahir).
Artinya apa? Artinya adalah ilmu harus senantiasa mendahului segala macam amalan yang kita kerjakan. Terlebih amalan itu adalah amalan yang bersifat ibadah. Harus bener-bener dipastikan dulu ada ilmunya. Salah-salah amalan itu malah ditolak oleh Allah Ta’ala. Sederhananya begini: ilmu dulu, baru amal. Bukan amal dulu, baru ilmu. Meskipun amal itu kecil dan sedikit, tapi ketika ianya kita sandarkan kepada sebuah nas ilmu, nampknya ini lebih aman dan selamat untuk kita kerjakan. Ketimbang banyak, tapi semuanya tidak bersandar kepada ilmu.
Di dalam sebuah kesempatan diksusi, muncullah pertanyaan seperti ini, “kok kenapa rizki letaknya diurutan ke dua ya? Gak terakhir aja; setelah amal yang diterima gitu?” Dan saya, terus terang tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Jawabannya diplomatis saja, “Allahu a’lam, untuk memastikan kenapa kayak gitu, berarti kan kita juga harus menuntut ilmu tho?!” #Senyum.
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
Yk.05.11.2012
0 komentar