Jumat, 05 April 2013

Belajar Kesungguhan dari Para Pejuang



“Saat kau dilahirkan engkau menangis tetapi orang lain ketawa, tetapi berjuanglah sampai di saat kau mati, orang lain menangisi kepergianmu tetapi engkau dalam keadaan tersenyum.” –Hamka, Rahimahullahu ta’ala– 

“Hidup adalah perjuangan. Perjuangan paling mulia adalah di jalan Allah. Jangan kau mati karena dunia!” –Commander Khattab, Rahimahullahu ta’ala 

“Hanya satu yang menghalangi seorang Muslim berjihad di jalan Allah; sifat pengecut!”  –Commander Khattab, Rahimahullahu ta’ala 

“Waktu yang ada, jauh lebih sedikit dari tugas yang harus kita selesaikan dengan sempurna.” –Hasan Al-Banna, Rahimahullahu ta’ala 

“Aku berdiri di sini, di ujung umurku, bukan saja karena mengucapkan dua kalimat syahadat. Aku bediri di sini, di bawah tiang gantungan ini, justru telah melaksanakan syahadat semampu yang aku dapat!” –Sayyid Quthb, Rahimahullahu ta’ala 

“Silakan kau pilih wahai istriku tercinta, melepaskan aku sebagi suamimu atau hidup bersama-sama dengan jihad di jalan-Nya.” –Yahya Abdul Latif Ayyash, Rahimahullahu ta’ala 

“Agar Allah memasukkanku ke dalam surga. Itulah keinginanku yang paling tinggi.” –Abdul Aziz Rantisi, Rahimahullahu ta’ala 

“Tidak ada kata terlalu tua untuk berjuang di jalan Allah.” –Abdullah Yusuf Azzam, Rahimahullahu ta’ala 

“Tak ada masalah kapan kita mati, yang paling penting adalah bagaimana cara kita mati. Kita harus mati mulia.” –Abdullah Syamil Salmanovich Basayev, Rahimahullahu ta’ala

“Dunia ini terkutuk! Maka terkutuk pulalah segala macam yang ada di dalamnya.” –Anonim– 

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepada kamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang beriman bersamanya : “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” –QS. Al Baqarah: 214–

Duhai, betapa bermaknanya hidup mereka yang senantiasa ingat dengan kematian. Ingat mati lalu mempersiapkan kedatangannya dengan berupa kebaikan. Berjuang dengan segenap dedikasi terbaik untuk memburu kenikmatan tanpa batas di masa yang kekal, kelak.

Mati adalah hal yang mutlak. Inilah yang harus terus kita camkan! Terus diingat!

Siapapun orangnya pasti akan merasakan mati. Mati itu sakit? Jelas! Manusia termulia (shallallaahu ‘alaihi wa sallam) saja pernah merasakan sakitnya meregang nyawa. Apaligi makhluk hina semacam kita!

Berikutnya, yang seharusnya mampu membuat bulu kuduk kita merinding adalah; seperti apakah kondisi kita saat mati nanti? Adakah bekal yang bisa kita bawa untuk menebus kekalnya nikmat di surga? Ataukah sebaliknya, kita tidak punya bekal apa-apa, selain tanggunan dosa yang jumlahnya tak terkira? Setumpuk dosa yang akan menghempaskan kita ke dalam kesengsaraan berkepanjangan di dalam neraka.

Hidup ini adalah perpindahan dari satu fase kehidupan menuju pada fase kehidupan berikutnya. Alangkah bahagianya jika seluruh fase kehidupan itu berhasil kita lewati dengan berbagai macam amal kebaikan. Yang sudah terlewati, semuanya berhasil kita isi dengan berbagai amal kebaikan. Yang akan dilewati, kita persiapkan sederet rencana untuk mengisinya dengan kebaikan-kebaikan lain yang lebih baik daripada kebaikan-kebaikan sebelumnya.

Namun tengoklah manusia yang satu ini!

Harusnya dia tercekat mendapati segunung dosa yang telah ia kumpulkan sekian lama! Ada yang sadar dan terang-terangan diperbuatnya, ada juga yang tidak secara sengaja ia perbuat. Tak terasa, ternyata jumlahnya sudah demikian menggunung. Bayangkan, seandainya orang ini mati saat dosa-dosanya yang menggunung itu belum tertebus, apakah dia akan mendapatkan kenikmatan pasca masuknya ia di liang lahat?! Boro-boro kenikmatan pasca liang lahat, bahkan di dalam liang lahat saja dia sudah sedemikan sengsara!

Sebagian fase kehidupan telah dilaluinya. Rentannya mendekati seperempat abad. Namun, adakah persembahan terbaik yang telah dia berikan kepada Islam, kepada umat?! Duhai, betapa pandirnya manusia ini.  Hidup hanya ia gunakan untuk bersibuk ria di dalam gelimang dunia.

Padahal, nun jauh di sana, ada sekian banyak manusia mulia seusia dengannya telah rela menginfakkan jiwanya guna menebus keindahan yang kekal di surga, kelak. Saat manusia-manusia muda  di sini sedang terlelap dengan berbagai angan keduniaanya, mereka, nun jauh di sana, sudah sagat paham cara yang harus mereka tempuh agar mampu mendapatkan kenikmatan yang kekal di surga kelak. Kepahaman mereka terhadap hal itu telah berhasil membuahkan kerja yang nyata bagi mereka; mujahadah di jalan-Nya!

---

Saya sedang memikirkan tentang kehidupan yang penuh dengan segudang makna.

Hati saya menolak, ketika saya katakan pada diri saya bahwa hidup yang penuh makna itu adalah hidup yang sibuk dengan dunia, lantas lupa dengan akhirat.

Hati saya menolak, ketika saya katakan pada diri saya bahwa hidup yang penuh makna itu adalah hidup dengan segudang prestasi kerja dunia, tapi tak paham sama sekali dengan kewajiban sebagai seorang hamba.

Hati saya sepakat, ketika saya katakan bahwa hidup mulia itu adalah hidup yang saya persembahkan guna mendulang sekian banyak amal kebaikan. Menjadikan diri sebagi manusia yang memiliki segudang manfaat untuk manusia lainnya. Bekerja dengan kontribusi dan dedikasi terbaik untuk kemuliaan ummat. Tidak cengeng dengan berbagai tantangan yang menjadi sunatullah di dalam bermujahadah di jalan-Nya. Konsisten, istiqamah di dalam kebaikan. Siap menebus surga dan berbagai kenikmatan yang ada di dalammnya dengan berjihad di jalan-Nya. 

Allaahumma laa taj’ali dunya akbara hamminaa. []
Yk.05.04.2013
Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 komentar

 
© Journey Notes
Designed by BlogThietKe Cooperated with Duy Pham
Released under Creative Commons 3.0 CC BY-NC 3.0
Posts RSSComments RSS
Back to top